Majlis-Sunnah

Arsip

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui Email

Bergabung dengan 55 pelanggan lain

TANDA-TANDA HUSNUL KHATIMAH


TANDA-TANDA HUSNUL KHATIMAH

1. Mengucapkan syahadat ketika meninggal
2. Ada keringat di dahinya
3. Meninggal pada malam atau hari jum’at
4. Mati syahid di medan jihad (perang)
5. Meninggal di jalan Allah (fi sabilillah)
6. Meninggal karena sakit perut
7. Meninggal karena tenggelam dan tertimpa runtuhan bangunan
8. Wanita yang meninggal melahirkan atau dalam keadaan nifas
9. Meninggal karena terbakar
10. Meninggal dalam melindungi agamanya, jiwanya dan hartanya
11. Meninggal dalam melindungi negara kaum muslimin
12. Meninggal dalam beramal shalih
13. Meninggal karena terbunuh oleh pemimpin yang zhalim

Tambahan: mati syahid berbeda dengan mati fisabilillah di atas. Orang yang mati syahid maka jenazahnya tidak dimandikan dan tidak dishalatkan, sedangkan orang yang mati fi sabilillah maka jenazahnya dimandikan dan dishalatkan sebagaimana umumnya.
WAllahu A’lam

oleh:
Omar Ibrahim al-Imanulmuslim

*diangkat dari kitab Ahkam Jana’iz karya Syaikh al-Albany.
Dengan tambahan dari saya.

ISLAM MENGAJARKAN KITA UNTUK MENCINTAI ALAM


ISLAM MENGAJARKAN UNTUK MENCINTAI ALAM

 

islam adalah rahmatan lil alamin, yang mana syari’atnya tidak hanya untuk umat islam saja tapi bagi semesta alam sebagai Rahmat dari Allah. Bahkan diutusnya Nabi adalah sebagai rahmat, sebagaimana firman Allah:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

“tidaklah kami mengutusmu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekian alam” (al-Anbiya: 107)

 

imam Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini: “Allah telah memberitahukan bahwa sesungguhnya Allah telah menjadikan Muhammad sebagai rahmat untuk seluruh alam. Yakni Allah telah memgutusnya untuk menjadi rahmat bagi mereka semuanya. Maka barang siapa menerima rahmat ini dan mensyukuri nikmat ini, pasti dia akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Tetapi barangsiapa menolak rahmat ini dan menentangnya, pasti dia akan merugi di dunia dan di akhirat”


rahmat ini meliputi seluruhnya. Termasuk alam ini, maka islam mengajarkan untuk mencintai alam dan menjaganya, serta melarang berbuat berbagai kerusakan di muka bumi. Maka dari itu Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan itu semua adalah bentuk dalam rangka beribadah kepada Allah. Allah berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“telah nampak kerusakan di darat dan di lautan yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (ar-Rum: 41)

 

secara jelas ayat ini menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di daratan dan di lautan semua itu disebabkan ulah manusia. Dan Allah akan menimpakan akibat buruknya kepada manusia agar manusia merasakannya, sebagai teguran agar manusia kembali ke jalan yang benar.

 

Maka dari itu menjaga dan mencinta serta merawat alam adalah sudah kewajiban bagi kita semua. Menyayangi hewan dan berbuat baik kepadanya merupakan contoh dari Nabi, dan hewan merupakan salah satu komponen dari ekosistem alam. Nabi bersabda tentang binatang tunggangan: “naikilah binatang-binatang ini dengan baik, dan (kalau tidak maka) biarkanlah dia dengan baik” (HR. Ahmad: 3/440)


dan pernah diriwayatkan bahwa ada seekor unta yang mendatangi Nabi dengan menangis terisak-isak, kemudian Nabi mengusap punggungnya, maka berhentilah unta itu dari tangisnya. Kemudian Nabi bersabda: ‘siapakah pemilik unta ini ?’ seorang pemuda menjawab: ‘milikku ya Rasulullah’. Beliau bersabda kepadanya: “tidakkah kau takut kepada Allah atas binatang yang Allah telah memberikan kekuasaan kepadau untuk memilikinya ?. Sesungguhnya unta ini telah mengadu kepadaku, sungguh engkau telah membuatnya lapar dan lelah” (HR. Ahmad 1/204, Abu Dawud: 2549)


dan masih banyak hadits-hadits Nabi yang menyuru menyayangi binatang sebagai rahmat kepada hewan, dan Imam Bukhari membuat bab khusus yang berjudul, “menyayangi manusia dan hewan”

para sahabat pernah bertanya, “wahai Rasul apakah kita akan mendapat pahala apabila berbuat kebaikan kepada binatang ?”

Nabi menjawab: “pada setiap makhluk hidup apabila kamu berbuat kebaikan kepadanya, maka kamu akan mendapat pahala” (HSR. Muslim 2244)


pembaca yang budiman amat jelas rahmat dari Islam yang terhampar bagi seluruh alam semesta ini. Menyayangi alam dan tidak berbuat kerusakan. Inilah ajaran islam, islam telah mengajarkan cinta alam jauh sebelum orang-orang barat mengkampanyekannya. Islam telah sempurna yang ajarannya meliputi semua aspek.

 

Aku pernah melakukan ekspedisi bersama 9 orang kawanku mendaki beberapa gunung. Sungguh saat itu aku dapati banyak kerusakan oleh manusia, padahal alam begitu ramah kepada manusia namun manusia begitu jahat kepada alam. Dengan tamak manusia membabat hutan, menggali sumber daya alam tanpa sisa dan tanpa memperhatikan akibat buruknya. Manusia mementingkan dirinya sendiri tanpa upaya memperbaiki atau memperbaharui, padahal tidak semua sumber daya alam dapat di perbaharui.

 

Manusia berpikir bagaimana mengeruk sebanyak-banyaknya kekayaan alam, jika tidak mereka khawatir kehabisan. Padahal jika mereka mengetahui bahwa Allah itu Maha Kaya pastilah mereka tidak khawatir dan tidak akan tamak karena kekayaan Allah tidak akan pernah habis. Namun itu semua adalah tabiat manusia sebagaimana firman Allah:

إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا

“sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apa bila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir” (al-Ma’arij: 19-21)


itulah kenyataan yang aku saksikan langsung dalan ekspedisiku. Maka marilah kita menjaga alam dan mencintainya sebagai amanah dari Allah atas kekhalifahan kita di muka bumi.

WAllahu A’alam bishawab

 

oleh:

Omar Ibrahim al-Imanulmuslim al-Batawy -Salafy The Explorer-

 


PENYAKIT SEORANG THALABUL ILMI


PENYAKIT SEORANG THALABUL ILMI (PENCARI ILMU)

 

1. Penyakit hati, yakni dia mencari ilmu hanya karena ingin sesuatu, atau ingin mendapat jabatan, ingin disebut orang berilmu atau semacamnya. Dan penyakit ini obatnya adalah ikhlas karena Allah.

 

2. Penyakit cinta dunia, kemahsyuran dan kekuasaan. Ketahuilah pencari ilmu adalah orang yang pertama kali dimasukkan ke dalam surga apa bila ia amalkan ilmunya dengan benar jika tidak amalkan maka dialah yang pertama kali dimasukkan ke dalam neraka. Maka telah wajib bagi kita ilmu yang kita pelajari untuk diamalkan dengan benar, jangan menjadi orang yang menjual agama untuk dunia.

 

3. Lalai dalam menghadiri majelis ilmu, umumnya orang-orang yang tidak mendatangi majelis ilmu berdalih dengan berbagai alasan kesibukan. Apa mereka pikir ilmu itu akan menghampiri mereka sendiri ?.

 

Seorang Salaf berkata: “ilmu itu didatangi bukan mendatangi”. Marilah teladani para ulama hadits semacam Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud mereka melakukan perjalanan yang begitu jauh keliling hijaz hanya untuk mendapatkan hadits Nabi. Tak ada alasan mereka sibuk, atau semacamnya padahal mereka juga manusia biasa. Coba lihat zaman sekarang ini semuanya telah menjadi mudah, sarana begitu banyak untuk mencari ilmu bahkan jarak menjadi tak berarti. Maka selayaknya kita tidak bermalas-malasan dengan berbagai alasan dalam mencari ilmu.

 

Inilah penyakit para pencari ilmu yang umumnya. Maka mari kita tingkatkan semangat dalam mencari ilmu, ingatlah orang-orang yang berilmu akan Allah tinggikan derajatnya.

WAllahu A’lam

 

Oleh:
Omar Ibrahim al-Imanulmuslim

SIAPAKAH MADZHABMU ?


SIAPAKAH MADZHABMU ?

itulah pertanyaan yang umum mereka tanyakan ketika tearjadi perslisihan di tengah-tengah mereka, apa bila perselisihan itu karena perbedaan madzhab maka dengan perbedaan itu mereka legalitaskan perselisihan dengan dalih perbedaan itu rahmat tranpa mencari titik temu. menurut mereka asalah bermuara pada madzhab maka semua itu sudah selesai, padahal kebanyakan dari mereka tidak memahami madzhab mereka sendiri yang mereka anut. efek dari ketidak fahaman tantang madzhab adalah fanatisme madzhab, bagi mereka yang awam bahwa Islam itu empat yaitu empat madzhab. bahkan ada hatis palsu tentang fanatisme madzhab ini yaitu: “akan muncul di tengah-tangah Ummatku seseorang yang bernama Muhammad bin Idris Imam Syafi’i) yang lebih jahat dari pada iblis dan akan muncul ditengah-tengah ummatku seseorang yang bernama Abu Hanifah ia adalah pelita yang menerangi ummatku”

adalah hadits palsu yang di lontarkan oleh mereka yang fanatik terhadap madzhab Hanafiyah. ada juga di suatu negri mreka shala bergantian secara empat kali, masing-masing berbeda imam setiap kali shalatnya yaitu sesuai dengan madzhab masing-masing. lihatlah fanatisme madzhabn yang disebabkan ketidak fahaman akan medzhab itu sendiri sangat berdampak berbahaya dan parahnya semua itu hanya karena modal taklid buta. maka dari itu pentingnya bagi kita memahami apa itu madzhab dan seperti apa kedudukan madzhab dalam Islam

 

WAJIBKAH BERMDZHAB ?

madzhab artinya jalan, yaitru jalan untuk memahami agama ini dan jalan untauk menjalankan agama ini atau bermakna i’tiqad, jalan dan ushul yang dijalnakanya.( Lihat Al Qaamus Al Muhith, Muhammad bin Ya’qub Al Fairyuzabadi (wafat tahun 817 H ), tahqiq Muhammad Na’im Al Urqusysi, cetakan kelima tahun 1416 H, Muassasah Ar Risaalah, Bairut hal. 111 dan Al Kuliyaat, Mu’jam Fi AL Mushtholahaat Wa Al Furuq Al Lughowiyah, Ayub bin Musa Al Husaini Al Kafawi (W. 1094 H) tahqiq ‘Adnaan Darus dan Muhammad Al Mishri cetakan pertama tahun 1412H, Muassasah Ar Risalah, Bairut hal 878.)

dalam maka dari pengertian di atas bahwa madzhab tidak hanya terbatas pada fiqih saja akan tgetapi jauh lebih luas dari itu. dalam kitab-kitab para Ulama maka akan sangat jarang sekali mereka menukilkan madzhab ini atau itu akan tetapi p[ara Ulama lebih sering jika mnyebut madzhab mereka menyandingkannya dengan ahlussunnah seperti madzhab ahlusunnah, madzhab para sahabat. dan jika menyebutkan golongan sesat mereka menyaebut madzhab khawarij. madzhab qadariyah, madzhab mu’tazilah, syi’ah dsb. maka lebih jelas terlihat disini bahwa para Ulama lebih mengartikan madzhab sebagai Jalan dalam Aqidah dan fikih. dalam al-Qur’an dan hadits sendiri tidak ada dalil yang memerintahkan akan wajibnya bermdzhab bahakan jika madzhab itu hanya sebatas kepada imam ynag empat saja maka para Sahabat bermadzhab kepada siapa ? padahal para imam lahir belakangan setelah para sahabat dan para tabi’in. madzhab yang paling benar adalah madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah, sebagaimana Sabda Nabi: “berpegang taguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah KhlufaurRasyidin sesudahku gigitlah oleh gigi graham kalian sekuat-kuatnya” (HR. Abu Dawud)

BERMADZHAB YANG BENAR

bermadzhab yang benar adalah kita boleh mengikuti pendapat imam tanpa taklid kepadanya dan tanpa mengkulutuskannya (mengangkat hingga ke derajat ketuhanan) dan tidak boleh mengolok-olok imam yang lain. semua imam madzhab adalah ahlussunnah, jadi madzhab mereka sama. mereka melarang taklid buta. Imam Ibnul Qayyim berkata: “para imam yang empat melarang dari sikap taklid kepada mereka dan mereka mencela untuk mengambil ucapan mereka tanpa dalil” (I’lamul Muwaqi’in: 2/200)

jika kita melihat sejarahnya para imam ini saling berhubungan yaitu dimana imam Malik adalah guru dari imam Syafi’i dan iama Syafi’i adalah guru dari Imam Ahmad. dan diantara imam madzhab tidak ada yang memploklamirkan akan berdirinya madzhab mereka melainkan murid-muridnyalah yang memploklamirkannya setelah mereka wafat.  Dan Imam Syafi’i paling keras dalam melarang taklid kepadanya, berikut nukilan darinya:

“setiap apa yang aku katakan lalu ada hadits Shahih dari Rasulullah yang menyelisihi ucapanku maka hadits lebih utama untuk diikuti dan janganlah kalian taklid kepadaku” ( HJilyatul Auliya’: 9/106-107)

“apabila telah shahih hadits dari Rasulullah maka ambilah dan tinggalkanlah pendapatku” (Al-Bidayah wa Nihayah 5/276)

“apabila ada hadits shahih maka itulah madzhabku  dan apabila ada hadits Shahih maka lemparkanlah perkataanku ke tembok” (Siyar A’lam an-Nubula 5/35)

 

“tidak boleh taklid kepada seorangpun kecuali kepada RAsulullah” (Qawati’ al-Adillah 2/340).

inilah perkataan dari Imam Syafi’i yang melarang taklid kepadanya, dan kepada selainnya hal ini senada dengan perktaan Imam Malik: “semua orang perkataanya boleh diterima dan boleh ditolak kecuali orang di kuburan ini (yaitu Nabi Muahmmad Shalallah alaihi wassalam) “

 

kemudian tidak boleh saling mencela satu sama lain bahkan para imam pun tidak saling mencela. contoh perktaan Imam Syafi’i kepada Imam Ahmad:

“kamu lebih tahu tentang hadits dari pada diriku jika kamu menemukan hadits Shahih maka beri tahu aku”

“aku pernah di khuhrasan dan tidak ada orang yang lebih faqih kecuali Imam Ahmad”

dan Imam Ahmad pun memuji Imam Syafi’i: “aku pernah bertemu banyak orang alim dan faqih dan tidak ada yang lebih faqih kecuali imam Syafi’i” .
lihaltah para Imam kita tiodak ada yang saling mencela atau menghina.

dan wajib bagi kita mengambil pendapat yang paling kuat (rajih), contoh: para Imam berselisih mengenai mengdzankan bayi yang baru lahir. menurut imam Syafi’i itu boleh sedangkan Imam Malik dan Imam Ahmad melarangnya karena itu bid’ah. imam Syafi’i berdalil dengan hadits, sedangkan menurut imam Ahmad haditsnya itu dha’if dan dua hadits Syawahidnya adalah munkar dan maudhu’ (palsu) akan tetapi Imam Syafi’i tidak mengetahui derajat haditsnya makanya beliau membolehkannya. sedangkan imam Malik dan Ahmad melarangnya. maka dari sini kita ketahui bahwa pendapat yang kuta dan benara adalah pendapat Imam Malik dan Ahmad.

 

FAIDAH

 

sebagai penutup maka akan saya beri kaidah toleransi dalam hal ijtihadiyah sebagaiman yang saya dapat dari ust. Abu Qathadah. kita boleh bertolerensi dalam hal ijtihadiyah (furu’) bukan dalam perkara aqidah dan manhaj. adapun kaidah toleransi dalam hal ijtihadiyah adalah:

  1. tidak boleh meyakini adanya ulama yang ma’shum (bebas dari kesalahan) karena setiap orang pasti pernah berbuat salah
  2. tidak boleh meyakini kebenenaran berada pada satu imam
  3. tidak menjadikan wala’ (kesetiaan/cinta) dan bara’ (pemutusan ukhuwah) kepada hanya kepada Ulama/imam. contoh: kita setia kepada orang yang sama madzhabnya dan benci kepada yang berbeda madzhabnya (fanatik) karena sama-sam bermadzhab kepada Imam fulan, hal ini tidak boleh. al-wala (kecintaan/kesetiaan) hanya diberikan kepda kaum muslimin dan Bara’ (pemutusan hubungan) hanya diberikan kepada kaum kufar.

 

inilah faidah yang dapat kita petik:

  1. madzhab yang benar adalah madzhab ahlussunnah wal jama’ah
  2. tidak boleh taklid buta
  3. boleh mengambil pendapat para imam
  4. wajib mengambil pendapat yang terkuat (rajih)
  5. tidak ada ulama/imam yang ma’shum
  6. kebenaran tidak ada pada satu imam/ulama
  7. aqidah dan manhaj inti dari madzhab ahlussunnah.

wAllahu A’alam

Oleh:
Omar Ibrahim al-Imanulmuslim

MOBIL, MOTOR, HP BID’AHKAH ?


MOBIL, HP, MOTOR, KOMPUTER BID’AHKAH ?

Orang masih banyak menganggap semua mengenai kebendaan dianggap bid’ah. Karena itu mereka membagi dua bid’ah, bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Anehnya jika mereke menafsirkan “kullu bid’atin dhalalah” bahwa sebagian besar bid’ah sesat justru bid’ah-bid’ah yang mereka anggap baik lebih banyak jumlahnya dari pada bid’ah yang mereka anggap sesat. Inilah kerancuan pola pikir UUM (ujung-ujungnya makanan) maklumlah setiap bid’ah-bid’ah mereka pasti ada makanan.

Mengenai yang di atas tadi memang secara bahasa disebut bid’ah akan tetapi bukan bid’ah menurut syar’i. Karena bid’ah menurut syar’i hanya sesuatu yang baru dalam ibadah dan aqidah, sedangkan benda bukanlah bentuk ibadah ataupun aqidah. Sebagaimana kaidah fiqih yang sudah dikenal:
“hukum asal ibadah adalah haram, kecuali ada dalil yang mengabsahkannya. Sedangkan hukum asal benda, adat dan keduniaan adalah mubah kecuali ada dalil yang melarangnya”

sebagaimana sabda Nabi: “jika itu urusan duniamu maka kamu lebih mengetahui” (HR. Bukhari)
pembaca yang budiman coba bayangkan jika ibadah akan haram jika ada dalil yang melarangnya dan jika masalah kebendaan dan keduniaan harus ada dalil yang membolehkannya maka betapa tebal al-Quran dan Hadits. Sedangkan bahasa al-Qur’an dan hadits adalah ringkas tapi maknanya luas. Inilah kaidah yang telah banyak keterangannya dari para Ulama termasuk dari Ibnu Katsir secara tersirat.

Bendaan memang bid’ah secara dzat tapi berdasarkan objeknya dia tidak termasuk bid’ah. Maka jelaslah dari keterangan-keterangan di atas semua kebendaan tidak masuk dalam kategori bid’ah syari’ah.

MUSHAF AL-QUR’AN, ILMU NAHWU, MUSHALAH, ILMU MUSTAHALAH HADITS, SEMUA ITU BID’AHKAH ?

Secara bahasa semua itu bid’ah karena dzatnya adalah bid’ah, akan tetapi semua itu bukan bid’ah yang sesat karena dia tidak termasuk bid’ah secara syar’i.

Menurut syar’i semua itu disebut maslahah mursalah, karena hanya dzatnya yang bid’ah tapi fungsi dan objeknya bukan bid’ah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa sisi:
1. Maslahah mursalah tidak berdiri sendiri, melainkan ia ada hanya sebagai sarana, penunjang dan pendukung dari ibadah itu sendiri.
2. Maslahah mursalah ada karena adanya ibadah itu sendiri, terkadang bersifat harus ada dan terkadang sebagai alat mempermudah sesuai kondisi.
3. Maslahah mursalah terkait dengan objek ibadah itu sendiri, seperti al-Quran agar mudah dibaca dan dipelajarinya maka dibuatlah pembukan al-Quran dan pemberian harakah (tanda baca)

definisi di atas merupakan gambaran dari kaidah fiqih: “suatu sarana/perantara dihukumi menurut tujuannya (objeknya)”

inilah yang dimaksud dengan perkataan imam Syafi’i berikut: “bid’ah yang sesuai dengan sunnah adalah terpuji” (Hilyatul Auliya’ 9/113)

maslahah mursalah sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah karena tidak berdiri sendiri dan hukumnya mengikuti hukum tujuannya. Maka bid’ah semacam ini adalah bid’ah yang terpuji.

Para Ulama Salaf masih menamakan maslahah mursalah sebagai bid’ah mahmudah, agar tidak timbul kesalahan dalam penafsiran maka para Ulama muta’akhirin menamakannya dengan maslahah mursalah, sebagaimana perkataan Imam Asy-Syathiby: “sesungguhnya Ibnu Abdissalam yang namapak darinya ia menamakan maslahah mursalah dengan bid’ah karena perkara-perkara maslahah mursalah secara dzatnya tidak terdapat nash-nash yang khusus” (al-I’tisham 1/192)

PERBEDAAN ANTARA MASLAHAH MURSALAH DENGAN BID’AH

1. Maslahah mursalah sesuai dengan muqasid syar’i yaitu tidak bertentangan dengan salah satu dari usul-usul syar’i
2. Maslahah mursalah hanyalah berkaitan dengan perkara-perkara yang bisa dipikirjan kemaslahatannya dengan akal, artinya jika dipaparkan kepada akal manusia akan diterima. Berbeda dengan bid’ah yang merupakan bentuk ibadah, sedangkan ibadah itu tidak dapat dipikirkan dengan akal. contoh: thaharah dengan jika tidak ada air dapat bertayamum dengan tanah padahal tanah itu kotor. Shalat shubuh kenapa 2 rakaat sedangkan dzuhur 4 rakaat ? Semua itu tidak dapat dinalar dengan akal.
3. Maslahah mursalah sebahai wasilah (perantara, penunjang, pendukung) bukan tujuan.
4. Maslahah mursalah sebagai keringanan (takhfif), hal ini ika dalam rangka menolak kesulitan.

Pembaca yang budiman dari penjelasan di atas dapat kita fahami bahwa jika bid’ah dipandang dari segi bahasa maka bid’ah terbagi dua:
1. Mahmudah (terpuji) yaitu kebendaan dan maslahah mursalah, yang hanya dzatnya yang bid’ah
2. Sayi’ah (tercela) yaitu bid’ah dalam ibadah dan aqidah

jika bid’ah dipandang menurut syar’i maka yang dimaksud bid’ah disini adalah semua bentuk ibadah baru dan aqidah baru maka bid’ah ini semuanya sesat.
wAllahu A’lam

oleh:
Omar Ibrahim al-Imanulmuslim

Muraji’:
1. Al-I’tisham
2. Hilyatul Auliya
3. Qawa’idul Ahkam
4. Tafsir Ibnu Katsir

Hidupkanlah Kembali Cinta Di Rumah… (solusi keluarga Islami)


وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً

 

“Dan diantara tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta dan sayang.” (ar-Rum: 21)

kedamaian dan ketenangan dalam rumah tangga adalah dambaan setiap insan, namun hampir semua bahtera rumah tangga pasti pernah dihantam badai. Badai silih berganti datang menghampiri bahkan sampai menyesakan dada. Berbagai macam sebab badai itu datang, masih baik jika mampu diredam namun tak jarang kapal mereka karam karena dihantam badai hingga berujung pada perceraian.

Pokok permasalahan yang paling mendasar adalah rasa cinta yang sudah mulai layu di antara suami-istri, hal ini disebabkan biasanya karena kesalah fahaman. Salah faham bisa timbul karena komunikasi yang tidak baik ataupun tidak lancar, padahal di zaman serba canggih sekarang ini hal itu tak perlu terjadi karena banyak media komunikasi. Tapi komunikasi yang buruk masih saja terjadi karena masing-masing pasangan enggan untuk mengkomunikasikan setiap permasalahan yang datang, menganggap sepele masalah itu, dan enggan curhat pada istri/suami kita, secara tidak langsung kita telah menganggap remeh istri/suami kita. Seandainya kita saling berkomunikasi maka akan timbul pengertian yang baik, dan itu yang dapat merekatkan hubungan dua insan. Maka dari itu marilah kita buka komunikasi yang baik dengan pasangan kita agar timbul saling mengerti, dan saling memahami.

Kemudian hendaklah para istri tetap tampil rapi, bersih, dan wangi di depan suami, inilah yang mulai dilupakan para istri umumnya setelah menikah. Ummuhat lebih suka tampil rapi, bersih dan wangi ketika mau berpergian padahal yang wajib dan lebih utama adalah tampil menarik di depan suami justru memakai wewangian bagi para wanita jika keluar rumah adalah haram.
Wahai para istri renungkanlah do’a para suami kalian ini:
“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebgai penyejuk (pandangan) mata (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Furqan: 74).

Istri yang baik adalah yang dapat menyenangkan suaminya bila dipandang. Nabi bersabda: “sebaik-baiknya perempuan adalah yang menyenangkan suaminya ketika dia memandangnya, mentaati apa yang diperintahkannya dan menjaga (kepercayaan) suaminya pada diri dan hartanya” (HR. Ahmad 2/432)

dan apabila para istri telah tampil menawan hati maka ini saatnya anda para suami tampik menawan hati bagi sang istri, mari teladanilah Ibnu Abbas yang berkata: “aku senang berdandan untuk istriku sebagaimana aku senang berdandan untuk istriku”.

Terkadang badai rumah tangga muncul akibat dari prasangka buruk terhadap pasangan kita, dengan menduga-duga dia selingkuh, dia tak cinta lagi, dia akan mudah marah, dll. Hal ini kesalahan besar terlebih tanpa bukti nyata, jika kecurigaan itu muncul maka bicarakanlah dengan baik, jangan mudah marah, jangan membentak, jangan melaknat tapi kedepankanlah akhlaq, bicara yang baik, beri ia nasihat yang baik dan buanglah jauh-jauh prasangka buruk itu. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا
“hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan oranglain” (al-Hujuraat: 12).

Pembaca yang budiman maka jekar sudah bagi kita bahwa dalam berumah tangga pentingnya arti sebuah komunikasi agar menciptakan saling memahami, dan membuang semua penyebab kesalah fahaman diantaranya prasangka buruk terhadap pasangan.

MENYEGARKAN CINTA
cinta yang layu perlu disegarkan kembali diantaranya dengan membawa yang pernah ada yakni kenangan, ingatlah kenangan masa-masa indah pada saat anda baru awal-awal menikah, atau kembali kunjungi tempat yang dulu pernah anda kunjungi saat pengantin baru, serta ajaklah anak-anak anda, dan berceritalah dengan pasangan anda akan kenangan tersebut maka memori masa lalu akan kembali muncul serta akan menyegarkan kembali cinta anda.

Kemudian hidupkanlah kembali nuansa romantisme di rumah bersama pasangan anda. Romantis tidak identik dengan yang elegan atau terkesan mewah, akan tetapi romantis adalah ekspresi cinta dari hati yang paling dalam kepada pasangan. Ingatlah wahai pembaca yang budiman Rasulullah adalah suami yang romantis, romansa cinta beliau kepada istrinya terlihat jelas dengan beliau memanggil Aisyah dengan panggilan manja yakni “khumairah”, beliau mengajak Aisyah bermain-main diantaranya dengan balap lari. Inilah suri tauladan bagi kita agar bersikap baik dan penuh cinta kepada istri, panggilah pasangan anda dengan nama yang manja yang disukainya, sisipkanlah kata ‘sayang’. Wahai para istri tatakala suami anda sepulang bekerja sambutlah dengan wajah ceria, dan tampil menarik juga wangi dan bagi para suami ketika hendak pulang maka rapikanlah pakaianmu, dan tampilah menarik untuk istrimu, jangan tunjukan wajah lusuh karena lelah sepulang bekerja.
Kemudian hendaklah masing-masing pasangan mawas diri akan penampilan, rajinlah merawat diri, menjaga kesehatan dan kebersihan agar tetap segar dan bugar. Sisipkanlah bumbu romantis pada setiap denyut cinta, jadikanlah pasanganmu sebagai orang yang paling spesial.
Inilah solusi dari suri tauladan Nabi untuk kita aplikasikan di rumah agar cinta kembali segar.

BILAKAH BADAI ITU TERLANJUR MENERJANG ?
Bila badai terlanjur menerjang bahteramu, maka yakinlah badai itu pasti berlalu. Allah berfirman:
“sesungguhnya setelah kesulitan itu pasti ada kemudahan” (Alam Nasyrah: 7)

wahai para suami janganlah kamu tergesa-gesa untuk memutuskan atau mengatakan cerai, niscaya semua akan berakhir dengan penyesalan. Nabi bersabda:
“ketenangan datangnya dari Allah sedangkan ketergesa-gesaan datangnya dari setan” (HR. Abu Ya’la IV/206 Baihaqi: X/104)

tidaklah anda para suami akan mengatakan cerai melainkan disebabkan amarah dalam dada, saat anda memutuskan perkara dalam marah niscaya kerusakanlah yang anda dapat. Imam Ja’far bin Muhammad berkata: “”kemarahan adalah pembuka segala keburukan”

maka renungkanlah hadits Nabi berikut: “seorang hakim tidak boleh memutuskan perkara dalam keadaan marah” (HR. Bukhary)
duduklah atau diamlah ketika anda marah, redakan dahulu amarah anda sehingga anda bisa memutuskan dengan akal sehat. Nabi bersabda: “jika salah seorang diantara kalian marah maka hendaklah ia diam” (HR. Ahmad 1/239)

wahai para suami, pikirkanlah kembali keputusanmu sebelum menceraikan istrimu, jangan tergesa-gesa, Dzun Nun Tsauban bin Ibrahim (murid Imam Malik) berkata: “buah dari ketergesa-gesaan adalah penyesalan” (diriwayatkan Baihaqi dalam Syu’abul Iman X/495)

jangan bermain-main dengan kata cerai, karena jika kata cerai sudah diucapkan maka jatuhlah talaq walau tak bermaksud. Nabi bersabda: “ada 3 perkara yang sungguh-sungguh dan main-mainnya adalah tetap sungguh-sungguh, yaitu nikah, talak dan rujuk” (HR. Abu Dawud: 218)

betapa banyak para suami yang mudah mengatakan cerai kepada istrinya akhirnya penyesalanlah yang ada.

Yakinlah pada hati pasanganmu masih ada cinta, jangan karena prasangka hingga kita merasa dia benci. Sudahkah kamu membelah hatinya ?
Berprasangka baiklah bahwa di hati pasanganmu masih ada cinta. Dalam hadits qudsi Allah berfirman:
“Aku sebagaimana dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku” (riwayat Bukhary)

ketahuilah para suami sesungguhnya para istri cenderung diam ketika ia sedang mendapat masalah, maka bukalah hati kita umtuk lebih memahaminya.

Jika benar istrimu pernah berbuat salah maka ketahuilah, “semua anak Adam pernah berbuat salah. Dan sebaik-baiknya yang berbuat salah adalah mereka yang bertaubat” (HR. Ahmad)

maka baiknya engkau memaafkannya jika dia telah bertaubat.
“jadilah engkau pemaaf dan surulah manusia mengerjakan yang makruf” (al-A’raf: 199)

ingatlah perceraian orang tua adalah musibah bagi anak. Itu akan menjadi beban mental mereka, akan merusak kehidupan mereka, sebagai seorang anak mereka tentu ingin ada kedua orang tuanya yang menyayanginya, mendidik, membimbing dan menjaganya. Maka ingatlah anak-anakmu… !

Inilah solusi dalam rumah tangga islami agar kembali menghidupkan cinta dalam rumah tangga. Karena cinta adalah kuncinya. Mari jaga cinta yang sudah ada.
WAllahu A’lam

NB: saya juga belum berumah tangga dan belum pantas untuk bicara soal ini. Namun dengan izin Allah saya hanya bermaksud memberi apa yang sedikit saya ketahui. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf, dan tulisan ini tidak luput dari salah. Dan tulisan ini aku persembahkan khusus calon istriku.

Oleh:
Omar Ibrahim al-Imanulmuslim

*Sumber: dari berbagai sumber manhaj Salaf bab keluarga/solusi rumah tangga

 

BAITI JANNATI (RUMAHKU SURGAKU)


rumah akan menjadi surga apa bila di dalamnya terdapat kedamaian dan ketentraman, dan hal ini hanya dapat terjadi apa bila menghidupkan sunnah di dalam rumah.

Beberapa perkara yang tergolong menghidupkan sunnah di dalam rumah:

1. Menghidupkan bahasa Arab. Hendaklah para orang tua membiasakan berbicara dengan bahasa Arab di rumah, tidak harus dengan kosa kata yang rumit, cukup dimulai dari penamaan istilah-istilah dengan bahasa Arab. Seperti anak memanggil ibu dengan Ummi, dan ayah dengan Abi. Dan orang tua pun dituntut untuk mendalami bahasa Arab.

Bahasa Arab adalah bagian dari agama islam dan bahasa Arab merupakan kunci untuk mempelajari al-Quran dan as-Sunnah.

Mempelajari bahasa Arab hukumnya wajib karena mempelajari al-Quran dan as-Sunnah juga wajib. Umar bin Khaththab berkata: “pelajarilah agama Islam dan pelajarilah bahasa Arab”

di kesempatan lain Umar juga berkata: “pelajarilah bahasa Arab, karena sesungguhnya bahasa Arab adalah bagian dari agama kalian” (Iqtidha Shiratil Mustaqim 1/527)

2. Menjalin silaturahmi dan mengenali kaum kerabat.

Nabi bersabda: “tidak masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahmi” (HR. Muslim: 2556)

3. Masjidul bait (masjid dalam rumah).

Hendaklah sebuah rumah tangga menyediakan tempat khusus di dalam rumahnya untuk beribadah kepada Allah, Tidak harus luas. Masjidul bait biasa berbentuk kamar khusus atau bahkan salah satu sudut rumah.

Masjidul bait adalah kebiasaan para Salaf, setiap rumah mereka pasti ada masjidul bait. Ibnu Mas’ud berkata: “setiap kalian mempunyai masjid di dalam rumahnya” (riwayat Muslim)

fungsi masjidul bait yang utama adalah tempat shalat sunnah. Nabi bersabda: “shalatlah kalian di dalam rumah kalian. Sungguh sebaik-baiknya shalat seseorang adalah di dalam rumahnya kecuali shalat fardhu” (HR. Bukhary: 6113 Muslim: 781)

4. Bangga dikaruniai anak perempuan.

Islam mengangkat martabat anak perempuan. Bahkan mendidik dan merawat anak perempuan dapat membawa kita kesurga, sebagaimana sabda Nabi: “barang siapa yang memiliki 3 (dalam riwayat lengkap juga disebutkan 2 dan 1) anak perempuan, ia mengayominya, menyayanginya, dan mengasugnya maka baginya surga” (HR. Ibnu Majah: 3669)

 

Nabi juga menyayangi anak perempuan beliau, beliau bersabda: “anak perempuanku adalah belahan jiwaku, aku bisa gelisai dengan sebab gelisah, hatiku sakit dengan sebab sesuatu yang menyakitkan hatinya” (HR. Muslim: 6460)

tentang anak perempuan Allah berfirman: “bila kalian tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kalian membenci sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (an-Nisa: 19)

Allah menjadikan pada anak perempuan kebaikan yang banyak jika kita mengetahui. Telah sewajarnya bersyukur bila kita dianugerahi anak perempuan.

 

FAIDAH

ini hanya segelintir dari sekian banya sunnah-sunnah Nabi yang bisa kita kerjakan dan kita hidupkan guna menciptkan suasana surga di rumah. Maka amat na’if bagi kita jika semua sunnah belum mampu kita lakukan kita sudah bersibuk diri dengan bid’ah. Setiap ahlussunnah pasti mencintai dan antusias terhadap sunnah.

 

“hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (at-Tahrim: 6)

wAllahu A’lam

selamat mencoba… !!!

 

oleh:

Omar Ibrahim al-Imanulmuslim

SEMPURNAKANLAH SEPARUH AGAMAMU DAN BERTAKWALAH DI SEPARUH YANG LAINNYA…


Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,  ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)

SYARAH HADITS

 

Hadits ini menunjukan bahwa menikah merupakan perkara penting dalam Islam sehingga tidak sempurna agam seseorang tanpa menikah, dan bahkan menikah bisa mendapat pahala yang begitu besar. dan bagaimana tidak pahala-pahala besar itu hanya bisa didapat oleh orang yang sudah menikah, seperti pahala mendidik anak, pahala menfkahi keluarga, dll.
maka pantaslah bahwa menikah merupakan kesempurnaan dari agama ini dan islma telah mensyari’atkan menikah. Nabi bersabda: “menikah adalah sunnahku, barang siapa yang membenci sunnahkku maka ia bukan termasuk golonganku” (HR. Bukhary)

 

Al Mula ‘Ali Al Qori rahimahullah berkata bahwa sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam “bertakwalah pada separuh yang lainnya”, maksudnya adalah bertakwalah pada sisa dari perkara agamanya. Di sini dijadikan menikah sebagai separuhnya, ini menunjukkan dorongan yang sangat untuk menikah. (Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih )

 

PERINTAH BERTQWA

فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.

 

maksudnya bertqwa disini adalah mengisi perninkahan dan kehidupan berumah tangga dengan ketakwaan kepada Allah. dan salah satu bentuk ketakwaan adalah dengan menjalankan semua kewajiban sebaiag hamba dan kewajiban sebagai anggota keluarga (istri/suami). kewajiban sebagai kepala rumah tangga adalah menfkahi keluarga, maka seorang ke;pala rumah tangga dituntut mencari nafkah yang halal. maka wajib baginya berikhtiar mencari karunia Allah.

dalam berikhtiar maka tidak boleh dilepaskan dari yang namanya tawakal. tawakal adalah kunci mendatanhgkan rizki. Allah berfirman:

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا.

“Barang siapa yangbertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakanbaginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiadadisangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakalkepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan(keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakanurusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allahtelah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (ath-Thalaq: 2-3)

 

Imam Ibnul Qayyim berkata: “rahasia tawakal dan hakikatnya adalah kepasrahan dan ketergantungan hati kepada Allah semata. tidaklah tercela mengambil sebab (dengan melakukan sesuatu/ikhtiyar) dengan tetap menjaga hati agar terbebas dari ketergantungan kepada sebab tersebut” (Fwa’id alFawa’id hlm.88-89)

dalam bertawakal perlu dibarengi dengan ikhtiya akan tgetapi tidak boleh meyakini bahwa keberhasilan itu semata-mata dari ikhtiyar saja. demikian pula Rasullah memnagajarkan untuk melakukan sebab. Dalam sebuah riwayat ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah: “wahai Rasulullah apakah saya ikat unta saya lalu tawakal kepada Allah ataukah saya lepas saja sambil bertawakal kepada Allah ?. Rasul menjwab: “ikatlah dahulu untamu itu kemudian baru engka bertawakal !” (HR. Tirmidzy: 2517)

 

inilah kunci untuk kesempurnaan agama ini…
wAllahu A’lam

Oleh: Omar Ibrahim al-Imanulmuslim

MEMBERI SALAM KEPADA NABI


Suhail bercerita bahwa di suatu kesempatan ia datang ke makam Rasulullah untuk mengucapkan salam pada beliau. Saat itu Hasan bin al-Hasan (w. 97 H) sedang makan di satu rumah Nabi. Suhail berkata, “beliau memanggilku dan menawari aku makan. Namun aku tidak makan. Beliau bertanya, “mengapa aku tadi melihatmu berdiri ?” aku menjawab, “aku berdiri untuk mengucapkan salam kepada Nabi.” beliau menimpali, “jika engkau masuk masjid, ucapkanlah salam kepada Nabi. Sesungguhnya beliau telah bersabda: “shalatlah di rumah dan jangan jadikan rumah kalian seperti kuburan. Allah melaknat kaum Yahudi, lantaran mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid. Bershalawatlah kepadaku, sesungguhnya shalawat kalian akan sampai padaku dimanapun kalian berada”

hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunannya 1/571 no. 2042. Sedangkan atsar ini diriwayatkam oleh Isma’il al-Qadhi dalam Fadhlus Shalat (hlm. 40 no. 30) dan ini adalah redaksi beliau. Diriwayatkan pula oleh Abdurrazaq dalam Mushannafnya (III/577 no. 6726) dan Ibnu Abi Syaibah al-Mushannaf (V/178 no. 7625). Atsar ini memiliki syahid dari hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Abu Dawud: 2042 dan Ahmad XIV/403 no. 8804. Imam Nawawi menilai sanad hadits Abu Hurairah Shahih (al-Adzkar hlm. 173) juga dishahihkan oleh as-Sakhawi (al-Qaulul Badi’ hlm. 312). Ibnu Taimiyah (ar-Radd ‘ala al-Akhna’i hlm. 92) dan Ibnu Hajar menyatakan hasan (al-Futuhat ar-Rabbaniyah III/313).

Atsar ini menunjukan menyengaja memilih makam Nabi sebagai tempat berdo’a termasuk perwujudan dari ied. Dan ini terlarang. Hasan bin al-Hasan seorang Tabi’in dari ahlul bait memahami dan melarang orang yang menyengaja do’a di makam Nabi dan berdalil dengan hadits tersebut. Kita hanya boleh memberinya salam dan bershalat kepada Nabi. Jika seseorang telah mengucapkan salam kepada Nabi lalu ingin berdo’a untuk dirinya sendiri, maka dia harus berpaling dan menghadap kiblat serta tidak menghadap makam Nabi. Ini merupakan pendapat empat imam madzhab.

Penjelasan lebih lanjut lihat Iqtidha’ Shirathil Mustaqim (II/245) dan Ighatsah Lahfan (1/362)
wAllahu A’lam

oleh:
Omar Ibrahim al-Imanulmuslim

Untukmu Ukhti Muslimah..


Ukhti muslimah, hidup kita adl sejarah. Namun sedikit di antara kita yg bisa menjadi hiasan dlm sejarah. Sudah terlalu bnyk sejarah ini dinodai oleh sepak terjang dn perilaku kaum wanita yg sudah melampaui batas. Lihat saja, betapa dunia hiburan bisa merekrut bnyk wanita muslimah unt ‘ditelanjangi’, dilecehkan, dn dipertontonkan di layar kaca atau layar lebar. Kehinaan dn hancurnya kehormatan tidak akan terbayar hanya dg status dan atribut sbg artis, aktris, selebritis, dan sejenisnya. Lihat saja, ketika media-media massa, media informasi, dan media hiburan sudah dipenuhi dg ragam kemaksiatan yg disajikan -di antaranya- oleh kaum wanita muslimah. Belum lagi munculnya media-media cetak yg mengumbar gambar-gambar ‘lacur’, dipamerkan di etalase-etalase scr terbuka. Sungguh sangat memalukan! Semua perilaku itu, dg alasan apa pun tidak lebih dari upaya mengotori sejarah hidup manusia dg kenistaan belaka.

Ukhti muslimah, sekarang Saudari memegang salah satu dari kendali sejarah tsb. Saudari mampu menjadi penghias sejarah. Saudari dan sekian bnyk wanita muslimah lain masih bisa menjadi primadona yg akan mampu mewarnai sejarah kemanusiaan dg perilaku-perilaku hebat. Kami tidak peduli, bagaimana pun sosok lahiriah kalian. Keimanan dan ketakwaan kalian, komitmen, dan keteguhan kalian thdp ajaran syariat yg agung ini, pasti akan membentuk kalian menjadi sekerumunan primadona. Yah, kerumunan wanita-wanita agung dan kepada kalian pula kami mempercayakan pembinaan generasi kami. Karena kalian pun akan menjadi guru-guru teladan.

diambil dari buku karangan Abu Umar Basyir yg berjudul Menjadi Primadona Dunia dan Akhirat

posting iklan anda disini gratis.... !!!

kalender

April 2024
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930  

NEW MY BANNER

My New banner script

<center><a href="https://majlissunnah.wordpress.com/"><img src="https://majlissunnah.files.wordpress.com/2011/11/untitled-1-copy.jpg"</a>

AHLAN WA SAHLAN

http://flashvortex.swf

SILAHKAN ANDA COPY-PASTE SEMUA ARTIKEL YANG ADA DI BLOG INI, JAZAKUMULLAH KAHYR...

image

Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda:

Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda: Rosululloh shollallohu alaihi wa sallambersabda:

إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ أَوْ لاَ جُنَاحَ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِى النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ

Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah mengapa jika diturunkan antara setengah betis dan kedua mata kaki. Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka dan barang siapa menjulurkan pakaiannya dengan sombong, Alloh tidak akan melihat kepadanya.” [HR. Abu Dawud nomor 4093 dan Ibnu Majah nomor 3573. Dishohihkan Syaikh al-Albani dalam Shohih Sunan Abi Dawud 2/518]


Photobucket

Photobucket

Blog Stats

  • 138.041